Kamis, 14 Oktober 2010

Asas-Asas Pembelajaran
Posted: Agustus 1, 2010 by techonly13 in Education, PTK, RPP, RPP B.Indonesia Kls 1-6, RPP IPA Kls 1, RPP IPA Kls 2, RPP IPA Kls 3, RPP IPA Kls 4, RPP IPA Kls 5, RPP IPA Kls VI, RPP IPS, RPP Tematik, Tips Internet, Tips facebook, blog, computer, handphone, kesehatan, musik
2
Pada bagian ini diuraikan 14 asas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangkan program pembelajaran inovatif. Keempat belas asas tersebut adalah:
1. Lima prinsip dasar dalam pemenuhan hak anak: (a) non-diskriminasi, (b) kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child), (c) hak untuk hidup dan berkembang (right to life, continuity of life and to develop), (d) hak atas perlindungan (right to protection), (e) penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the opinions of children).
2. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa.
3. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri.
4. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
5. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, dan membahasnya dengan orang lain.
6. Aktivitas pembelajaran pada diri siswa bercirikan: (a) yang saya dengar, saya lupa; (b) yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; (c) yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami; (d) yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; dan (e) yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
7. John Holt (1967) proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal: (a) mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata sendiri, (b) memberikan contoh, (c) mengenalinya dalam bermacam bentuk dan situasi, (d) melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain, (e) menggunakannya dengan beragam cara, (f) memprediksikan sejumlah konsekuensinya, (g) menyebuitkan lawan atau kebalikannya.
8. Ada 9 konteks yang melingkupi siswa dalam belajar: (a) tujuan, (b) isi materi, (c) sumber belajar (sumber belajar bagaimanakah yang dapat dimanfaatkan), (d) target siswa (siapa yang akan belajar), (e) guru, (f) strategi pembelajaran, (g) hasil (bagaimana hasil pembelajaran akan diukur), (h) kematangan (apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan), (i) lingkungan (dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar).
9. Kata kunci pembelajaran agar bermakna: (a) real-world learning, (b) mengutamakan pengalaman nyata, (c) berpikir tingkat tinggi, (d) berpusat pada siswa, (e) siswa aktif, kritis, dan kreatif, (f) pengetahuan bermakna dalam kehidupan, (g) dekat dengan kehidupan nyata, (h) perubahan perilaku, (i) siswa praktik, bukan menghafal, (j) learning, bukan teaching, (k) pendidikan bukan pengajaran, (l) pembentukan manusia, (m) memecahkan masalah, (n) siswa acting, guru mengarahkan, (o) hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
10. Pembelajaran yang memperhatikan dimensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat.
11. Otak tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga mengolahnya melalui membahas informasi dengan orang lain dan juga mengajukan pertanyaan tentang hal yang dibahas.
12. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.
13. Proses belajar harus mengakomodasi tipe-tipe belajar siswa (auditori, visual, kinestetik)
14. Resiprositas (kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerja sama) merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan untuk menstimulasi kegiatan belajar.
http://techonly13.wordpress.com/2010/08/01/asas-asas-pembelajaran/

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN ASAS PEMBELAJARAN

Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar dapat membimbing aktifitas guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Prinsip-prinsip belajar dapat digunakan untuk mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran sehingga guru dapat melakukan tindakan yang tepat. Selain itu dengan teori dan prinsip-prinsip belajar guru juga dapat memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar siswa.



A. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
1. Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Menurut H.L. Petri, “motivation is the concept we use when we describe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior”. Motivasi data merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi erat kaitannya dengan minat.siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah laku dan motivasinya.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi dibedakan menjadi dua:
1. Motif intrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
2. Motif ekstrinsik.
Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta. Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi motif intrinsik yang disebut “transformasi motif”. Sebagai contoh, seseorang belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik.

2. Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.

3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

4. Pengulangan
Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran.

5. Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.



6. Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effectnya Thorndike.
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning.
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan.

7. Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
• Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
• Penggunaan metode instruksional
• Memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang
• Dalam memberikan tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.
a. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Siswa
Siswa sebagai ”primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar.
1) Perhatian dan motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Siswa diharapkan selalu melatih inderanya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373).
Implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus-menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapai secara positif pujian/dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2) Keaktifan
Sebagai ”primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
3) Keterlibatan langsung/berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa, misalnya siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa melakukan reaksi kimia, dan perilaku sejenisnya. Perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.

4) Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

5) Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat lebih baik (Davies, 1987:32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing ataupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

6) Balikan dan penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement) (Davies, 1987:32). Hal ini timbul karena kesadaran adanya kebutuhan untuk memperoleh balikan dan sekaligus penguatan bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Untuk memperoleh balikan penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor/nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari guru/orang tua karena hasil belajar yang jelek.

7) Perbedaan individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987:32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.

b. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Guru
Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar ini.
1) Perhatian dan motivasi
Implikasi prinsip perhatian bagi guru tampak pada perilaku-perilaku sebagai berikut:
• Guru menggunakan metode secara bervariasi
• Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan
• Guru menggunakan gaya bahasa yang tidak monoton
• Guru mengemukakan pertanyaan-pertanyaan membimbing (direction question)
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tampak pada perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
• Memilih bahan ajar sesuai minat siswa
• Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa
• Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin memberitahukan hasilnya kepada siswa
• Memberikan pujian verbal atau non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan yang diberikan
• Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa

2) Keaktifan
Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada (Sten, 1988:224). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut:
• Menggunakan multimetode dan multimedia
• Memberikan tugas secara individual dan kelompok
• Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang)
• Memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas
• Mengadakan tanya jawab dan diskusi

3) Keterlibatan langsung/berpengalaman
Untuk dapat melibatkan siswa secara fisik, mental-emosional dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Perilaku sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman diantaranya adalah:
• Merancang kegiatan pembelajaran yang lebih banyak pada pembelajaran individual dan kelompok kecil
• Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi
• Menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa
• Memberikan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan
• Melibatkan siswa mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas atau luar sekolah
• Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran
Implikasi lain dari adanya prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman bagi guru adalah kemampuan guru untuk bertindak sebagai manajer/pengelola kegiatan pembelajaran yang mampu mengarahkan, membimbing dan mendorong siswa ke arah tujuan pengajaran yang ditetapkan.

4) Pengulangan
Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihafalkan secara tetap tanpa ada kesalahan sedikitpun. Selain itu, pengulangan juga diperlukan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan di antaranya:
• Merancang pelaksanaan pengulangan
• Mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan
• Mengembangkan petunjuk kegiatan psikomotorik yang harus diulang
• Mengembangkan alat evaluasi kegiatan pengulangan
• Membuat kegiatan pengulangan yang bervariasi

5) Tantangan
Apabila guru menginginkan siswa selalu berusaha mencapai tujuan, maka guru harus memberikan tantangan pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan oleh guru melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaran. Perilaku guru yang merupakan implikasi prinsip tantangan diantaranya adalah:
• Merancang dan mengelola kegiatan eksperimen yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukannya secara individual atau dalam kelompok kecil (3-4 orang)
• Memberikan tugas pada siswa memecahkan masalah yang membutuhkan informasi dari orang lain di luar sekolah sebagai sumber informasi
• Menugaskan kepada siswa untuk menyimpulkan isi pelajaran yang selesai disajikan
• Mengembangkan bahan pembelajaran (teks, hand out, modul, dan yang lain) yang memperhatikan kebutuhan siswa untuk mendapatkan tantangan di dalamnya, sehingga tidak harus semua pesan pembelajaran disajikan secara detail tanpa memberikan kesempatan siswa mencari dari sumber lain.
• Membimbing siswa untuk menemukan fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi sendiri
• Guru merancang dan mengelola kegiatan diskusi untuk menyelenggarakan masalah-masalah yang disajikan dalam topik diskusi


6) Balikan dan penguatan
Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual ataupun kelompok klasikal. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menentukan bentuk, cara, serta kapan balikan dan penguatan diberikan. Agar balikan dan penguatan bermakna bagi siswa, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa. Implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru, berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
• Memberitahukan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertanyaan yang telah dijawab siswa secara benar ataupun salah
• Mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan
• Memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan, klipping pekerjaan rumah) berdasarkan hasil koreksi guru terhadap hasil kerja pembelajaran
• Membagikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai skor dan catatan-catatan bagi pebelajar
• Mengumumkan atau mengkonfirmasikan peringkat yang diraih setiap siswa berdasarkan skor yang dicapai dalam tes
• Memberikan anggukan atau acungan jempol atau isyarat lain kepada siswa yang menjawab dengan benar pertanyaan yang disajikan guru.
• Memberikan hadiah/ganjaran kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas

7) Perbedaan individual
Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau karakteristik. Selain karakteristik/keunikan kelas, guru harus menghadapi 30 siswa yang berbeda karakteristiknya satu dengan lainnya. Konsekuensi logis adanya hal ini, guru harus mampu melayani setiap siswa sesuai karakteristik mereka orang per orang. Implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud perilaku-perilaku yang diantaranya adalah:
• Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya
• Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran
• Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan
• Memberikan remediasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan

KESIMPULAN
Dari pembahasan prinsip-prinsip belajar yang berimplikasi bagi siswa maupun guru, dalam satu kegiatan yang dilakukan siswa maupun guru, kita dapat menemukan perwujudan/penampakan dari prinsip-prinsip belajar lebih dari satu. Kenyataan bahwa dalam satu kegiatan pembelajaran terdapat lebih dari satu prinsip belajar yang tampak menuntut guru untuk benar-benar menguasai dan terlebih menandai perwujudan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN
• Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Posted by fin-fina-fin at 00.03
Labels: Belajar dan Pembelajaran
Judul skripsi bimbingan dan konseling


1. Peningkatan kepercayaan diri remaja melalui konseling kelompok
Universitas Gadjah Mada) Magister

2. Hubungan antara persepsi terhadap bimbingan konseling, sikap terhadap bimbingan konseling, dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar
( Universitas Gadjah Mada) Magister

3. Pengaruh bibliokonseling sebagai teknik konseling kelompok untuk mengurangi prasangka sosial siswa etnik Jawa dan Tionghoa
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

4. Hubungan hasil belajar keseluruhan matakuliah program studi bimbingan dan konseling dengan penyesuaian sosial mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

5. Hubungan antara tingkat penerimaan pelayanan bimbingan dan konseling dengan persepsi siswa terhadap pelayanan dan bimbingan dan prestasi belajar di beberapa SMA negeri Kotamadya Padang
( Universitas Gadjah Mada) Magister
6. Efektivitas layanan konseling melalui pendekatan sugestif dibandingkan konseling melalui pendekatan persuasif terhadap prestasi belajar mahasiswa Akademi Akuntansi Trisakti dengan indeks prestasi kumulatif di bawah 2
( Universitas Indonesia) Magister
7. Hubungan persepsi siswa terhadap suasana rumah dan bimbingan konseling di sekolah dengan prestasi belajar di beberapa SMA negeri Kotamadya Palembang
( Universitas Gadjah Mada) Magister

8. Tingkat unjuk kerja konselor dalam menyelenggarakan wawancara konseling awal ditelaah dari latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya : studi deskriptif-analitik terhadap para konselor di SMA negeri Kotamadya Bandung
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung) Magister

9. Perbedaan penyesuaian diri di sekolah ditinjau dari sikap terhadap layanan bimbingan dan konseling di sekolah, jenis kelamin dan tingkat kelas para siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta
( Universitas Gadjah Mada) Magister
10. Unsur-unsur informasi bimbingan dan konseling dalam adat-istiadat kelaziman serta kebiasaan hidup masyarakat Riung-Ngada
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

11. Efektivitas model bantuan Carkhuff dan konseling direktif dengan dan tanpa kontak mata dalam membantu konseli membuat keputusan pilihan program studi
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Doktor

12. Model pengembangan sistem bimbingan dan konseling yang fungsional di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung) Magister

13. Tahap-tahap penalaran moral remaja menurut Kohlberg dalam latar sosial-budaya Flobamora : implikasinya bagi layanan bimbingan dan konseling di sekolah
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Doktor

14. Efektivitas pelatihan ketrampilan dasar konseling untuk meningkatkan ketrampilan konseling petugas TB
( Universitas Gadjah Mada) Magister
15. Persepsi siswa dan guru mata pelajaran terhadap pengelolaan bimbingan dan konseling pada SLTP Negeri di Kecamatan Baruga Kendari
( Universitas Negeri Makassar) Magister
16. Pengaruh konseling kepada ibu terhadap pengetahuan sikap dan perilaku menyusui secara eksklusif dan pertumbuhan bayi sampai umur 4 bulan di Kabupaten Minahasa
( Universitas Gadjah Mada) Magister

17. Pengaruh konseling kognitif terhadap depresi siswa SLTP dan SLTA di Kota Surabaya
( Universitas Gadjah Mada) Doktor
18. Pengaruh tingkat persepsi dan sikap mengenai pelaksanaan bimbingan konseling terhadap tingkat kesulitan belajar : studi pada siswa SMP negeri di Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar
( Universitas Negeri Makassar) Magister
19. Pengaruh konseling gizi dengan buklet terhadap konsumsi makanan dan status gizi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
( Universitas Gadjah Mada) Magister
20. Pelaksanaan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah : studi kasus program penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi remaja di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta
( Universitas Indonesia)

Judul Skripsi

Judul skripsi bimbingan dan konseling

1. Peningkatan kepercayaan diri remaja melalui konseling kelompok
Universitas Gadjah Mada) Magister

2. Hubungan antara persepsi terhadap bimbingan konseling, sikap terhadap bimbingan konseling, dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar
( Universitas Gadjah Mada) Magister

3. Pengaruh bibliokonseling sebagai teknik konseling kelompok untuk mengurangi prasangka sosial siswa etnik Jawa dan Tionghoa
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

4. Hubungan hasil belajar keseluruhan matakuliah program studi bimbingan dan konseling dengan penyesuaian sosial mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

5. Hubungan antara tingkat penerimaan pelayanan bimbingan dan konseling dengan persepsi siswa terhadap pelayanan dan bimbingan dan prestasi belajar di beberapa SMA negeri Kotamadya Padang
( Universitas Gadjah Mada) Magister

6. Efektivitas layanan konseling melalui pendekatan sugestif dibandingkan konseling melalui pendekatan persuasif terhadap prestasi belajar mahasiswa Akademi Akuntansi Trisakti dengan indeks prestasi kumulatif di bawah 2
( Universitas Indonesia) Magister

7. Hubungan persepsi siswa terhadap suasana rumah dan bimbingan konseling di sekolah dengan prestasi belajar di beberapa SMA negeri Kotamadya Palembang
( Universitas Gadjah Mada) Magister

8. Tingkat unjuk kerja konselor dalam menyelenggarakan wawancara konseling awal ditelaah dari latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya : studi deskriptif-analitik terhadap para konselor di SMA negeri Kotamadya Bandung
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung) Magister

9. Perbedaan penyesuaian diri di sekolah ditinjau dari sikap terhadap layanan bimbingan dan konseling di sekolah, jenis kelamin dan tingkat kelas para siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta
( Universitas Gadjah Mada) Magister

10. Unsur-unsur informasi bimbingan dan konseling dalam adat-istiadat kelaziman serta kebiasaan hidup masyarakat Riung-Ngada
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Magister

11. Efektivitas model bantuan Carkhuff dan konseling direktif dengan dan tanpa kontak mata dalam membantu konseli membuat keputusan pilihan program studi
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Doktor

12. Model pengembangan sistem bimbingan dan konseling yang fungsional di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung) Magister

13. Tahap-tahap penalaran moral remaja menurut Kohlberg dalam latar sosial-budaya Flobamora : implikasinya bagi layanan bimbingan dan konseling di sekolah
( Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang) Doktor

14. Efektivitas pelatihan ketrampilan dasar konseling untuk meningkatkan ketrampilan konseling petugas TB
( Universitas Gadjah Mada) Magister

15. Persepsi siswa dan guru mata pelajaran terhadap pengelolaan bimbingan dan konseling pada SLTP Negeri di Kecamatan Baruga Kendari
( Universitas Negeri Makassar) Magister

16. Pengaruh konseling kepada ibu terhadap pengetahuan sikap dan perilaku menyusui secara eksklusif dan pertumbuhan bayi sampai umur 4 bulan di Kabupaten Minahasa
( Universitas Gadjah Mada) Magister

17. Pengaruh konseling kognitif terhadap depresi siswa SLTP dan SLTA di Kota Surabaya
( Universitas Gadjah Mada) Doktor

18. Pengaruh tingkat persepsi dan sikap mengenai pelaksanaan bimbingan konseling terhadap tingkat kesulitan belajar : studi pada siswa SMP negeri di Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar
( Universitas Negeri Makassar) Magister

19. Pengaruh konseling gizi dengan buklet terhadap konsumsi makanan dan status gizi penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
( Universitas Gadjah Mada) Magister

20. Pelaksanaan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah : studi kasus program penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi remaja di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta
( Universitas Indonesia)

Sejarah singkat Universitas Tadulako



Keberadaan perguruan tinggi di Sulawesi Tengah, sebagai cikal bakal Universitas Tadulako melalui 3 (tiga) tahapan perjalanan sejarah yaitu periode Tadulako status swasta (1963-1966), periode status Cabang (1966-1981), dan status Perguruan tinggi Negeri yang berdiri sendiri, UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD), dari tahun 1981 sampai sekarang.


1. Periode status Swasta (1963-1966)

Universitas Tadulako sebagai perguruan tinggi swasta, tumbuh dan berkembang dengan dukungan dana dari swadaya murni masyarakat Sulawesi Tengah, berdiri sebelum daerah Sulawesi Tengah berstatus sebagai Daerah Tingkat I. Pemberian nama Tadulako bagi Universitas ini dimaksudkan oleh para pendirinya agar Universitas Tadulako menjadi lembaga pendidikan Tinggi yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan. Tadulako secara kongkrit berarti Pemimpin, dan menurut sifatnya, Tadulako berarti Keutamaan. Dengan demikian Tadulako adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan (adil, bijaksana, jujur, cerdas, berani, bersemangat, pengayom, pembela kebenaran).

Demikian kuatnya keinginan para pemuka masyarakat di daerah ini, yang memulai kerja kerasnya dengan meletakkan langkah-langkah kearah terciptanya lembaga dan masyarakat ilmiah, melalui terbentuknya sebuah Universitas. Dari kerja keras tersebut, pada tanggal 8 Mei 1963 berdirilah Universitas Tadulako dengan status swasta, dengan rektor pertama Drh. Nasri Gayur. Setelah melalui berbagai usaha untuk meningkatkan status dan peran Universitas Tadulako, pada tanggal 12 September 1964 ditingkatkan statusnya menjadi "TERDAFTAR" sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor: 94/B-SWT/P/64,dengan empat fakultas,masing-masing :

§ Fakultas Sosial Politik.

§ Fakultas Ekonomi

§ Fakultas Peternakan

§ Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan, jurusan Ilmu Hayat dan Ilmu Pendidikan.

Perkembangan selanjutnuya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Hukum sehingga keseluruhan menjadi lima fakultas.


2. Periode Cabang (1966 - 1981)

Berbagai upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh pemuka masyarakat di daerah ini, melahirkan Perguruan Tinggi Negeri dengan status cabang, masing-masing Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 1 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966 dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujung Pandang Cabang Palu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 2 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966.

Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin (Untad Cabang Unhas) terdiri atas empat fakultas yaitu:

§ Fakultas Peternakan.

§ Fakultas Ekonomi

§ Fakultas Hukum

§ Fakultas Sosial Politik.

Sedangkan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu terdiri atas tiga fakultas yaitu:

§ Fakultas Ilmu Pendidikan

§ Fakultas Keguruan Sastra dan Seni

§ Fakultas Keguruan Ilmu Eksata.

Sejak saat itulah kedua perguruan tinggi cabang tersebut mengalami kehidupannya dengan cara yang amat ditentukan oleh induknya masing-masing, terutama dalam hal penyelenggaraan pendidikan, pengadaan tenaga akademik dan administrasi. Disamping peran perguruan tinggi induk yakni UNHAS dan IKIP Ujung Pandang, peran pemerintah daerah serta pemuka masyarakat di daerah ini sangat menentukan perkembangan kedua perguruan tinggi cabang tersebut.


3. Universitas Tadulako Berdiri Sendiri Tahun 1981

Setelah melalui perjalanan dan perjuangan panjang selama 15 Tahun dengan status cabang, berbagai pengalaman dan penyesuaian sisten pendidikan tinggi nasional, dapat dilaksanakan dengan satu komitmen peningkatan status yaitu pembentukan satu wadah universitas negeri yang berdiri sendiri. Dengan dukungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Untad Cabang Unhas dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu secara sendiri-sendiri telah melakukan berbagai upaya berupa penataan akademik, administrasi dan penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan.

Untuk lebih mengefektifkan upaya mewujudkan satu Unversitas Negeri yang berdiri sendiri, pada tahun 1981 atas fasilitas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, dibentuklah Koordinatorium Perguruan Tinggi Sulawesi Tengah (PTST) yang diketuai oleh Gubernur Sulawesi Tengah dengan enam orang wakil ketua yang berasal dari UNTAD Cabang UNHAS (3 orang) dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu (3 orang).

Upaya Koordinatorium PTST tersebut untuk menyatukan kembali kedua perguruan tinggi cabang di Sulawesi Tengah pada akhirnya muncul dan menjadi dasar yang lebih kokoh untuk berdirinya Universitas negeri yang berdiri sendiri. Atas dukungan dan upaya masyarakat di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah, Rektor UNHAS, Rektor IKIP Ujung Pandang serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akhirnya status cabang kedua lembaga pendidikan tinggi tersebut ditingkatkan menjadi Universitas Negeri yang berdiri sendiri, dengan nama UNIVERSITAS TADULAKO disingkat (UNTAD) sesuai dengan keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1981 tanggal 14 Agustus 1981. Berdasarkan keputusan Presiden tersebut Untad terdiri atas 5 (lima) fakultas :

§ Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

§ Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

§ Fakultas Ekonomi

§ Fakultas Pertanian

§ Fakultas Hukum

Dalam Pekembangan selanjutnya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Teknik sesuai dengan surat Keputusan Menteri Pendidikan Dan kebudayaan RI Nomor: 0378/0/1993 tanggal 21 Oktober 1993.

Dari enam fakultas yang ada, saat ini universitas Tadulako menyelenggarakan Pendidikan Program sarjana dan program Diploma dengan 34 (tiga puluh empat) Program Studi.

Jumat, 28 Mei 2010

pengaruh penggunaan telepon seluler pada anak

PENGARUH PENGGUNAAN TELEPON SELULAR PADA ANAK USIA 6-11 TAHUN
LAPORAN AKHIR
Metodologi Penelitian


Laporan ini dibuat sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis. Sesuai dengan tahapan penelitian, laporan ini memuat perumusan masalah, desain penelitian, sampling, dan teknik pengolahan data.
Sebelum memulai penelitian, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan topik penelitian yang dirumuskan dalam research question (RQ). RQ dari penelitian ini adalah “Apa pengaruh yang ditimbulkan dari kepemilikan telepon selular pada anak usia 6-11 tahun?”. Setelah itu, dipaparkan mengenai siginifikansi permasalahan yang menjawab pertanyaan mengapa penelitian ini penting dilakukan. Tujuan penelitian merupakan turunan dari signifikansi permasalahan.
Tahap selanjutnya adalah menentukan desain penelitian yang sesuai dengan RQ. Metode penelitian yang dipakai adalah survei karena penelitian ini bersifat eksploratif. Subyek penelitian yang ditentukan terdiri dari unit analisis (individu), populasi (anak usia 6-11 tahuan yang memiliki telepon genggam), sampel, variabel penelitian, sampling frame serta teknik pengambilan sampel. Kemudian menentukan teknik pengolahan serta analisa data.


DAFTAR ISI


ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Landasan Teori 2
1.3. Ruang Lingkup 3
1.4. Perumusan Masalah 4
1.4.1. Research Question 4
1.4.2. Signifikansi Permasalahan 4
1.5. Tujuan Penelitian 5
BAB II RANCANGAN PENELITIAN 6
2.1. Metode Penelitian 6
2.2. Tahapan Penelitian 7
2.3. Subyek Penelitian 8
BAB III ALAT PENELITIAN 11
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 16
BAB V KESIMPULAN 20
REFERENSI 21


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 – Contoh Hasil Masukkan DataMentah 17
Gambar 2 – Lanjutan Contoh Hasil Masukkan Data Mentah 17
Gambar 3 – Contoh Hasil Transformasi Data 18
Gambar 4 – Lanjutan Contoh Hasil Transformasi Data 18
Gambar 5 – Lanjutan Contoh Hasil Transformasi Data 19



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan telepon selular tidak lagi menjadi sesuatu yang eksklusif di kalangan masyarakat luas. Hal ini merupakan dampak dari keperluan berkomunikasi yang semakin mendesak dan harga telepon selular yang semakin murah. Namun, hal yang menarik dari kenyataan ini adalah penggunaan telepon selular yang sudah merebak di kalangan anak-anak, sehingga timbul pertanyaan apakah mereka perlu alat komunikasi yang bermobilitas tinggi tersebut. Selanjutnya timbul wacana yang cenderung negatif menanggapi pertanyaan tersebut, misalnya mereka (anak-anak) dinilai “ikut-ikutan” terhadap tren saja, sedangkan tidak terlihat mereka membutuhkan telepon selular itu dari segi fungsionalnya.
Banyak hal yang dapat diperhatikan dari fenomena ini. Misalnya adalah jika dilihat dari segi sosial, kesenjangan akan sangat terlihat antara anak yang berasal dari keluarga mampu secara finansial dan yang tidak dalam suatu komunitas di sekolahnya. Penggunaan telepon selular secara tidak langsung juga dinilai dapat mempengaruhi lingkungan pergaulan anak-anak.
Sedangkan jika kita lihat dari segi positifnya, misalnya tumbuhnya kesadaran anak untuk bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan oleh orang tua untuk menggunakan dan merawat barang berharga, dapat menjadi salah satu parameter perkembangan psikologinya. Dininya usia anak diperkenalkan terhadap teknologi juga dapat dinilai suatu dampak yang sangat positif, karena dengan demikian mereka dapat secara kreatif mengenal fitur-fitur tertentu serta dapat langsung menggunakannya.
Dengan adanya beberapa pandangan terhadap fenomena tersebut, kami tertarik untuk mengadakan suatu penelitian. Kami berharap dapat menarik suatu kesimpulan berlandaskan teori atau ilmu terkait serta informasi yang kami dapat pada saat penelitian berupa karakteristik anak yang ditinjau dari segi tingkah lakunya.

1.2. Landasan Teori
Dalam studi mengenai perkembangan manusia (human development), ada beberapa teori yang ditilik dari ilmu psikologi. Masing-masing teori menekankan pada aspek pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda, akan tetapi semua teori yang ada mengandung garis merah yang sama yaitu menelaah tentang pengertian perkembangan manusia dari sejak dilahirkan, masa kanak-kanak, hingga masa dewasa. Teori-teori tersebut adalah Psikologi Kognitif, Psikoanalisa, Behaviorisme dan Humanistik. Fokus dari penelitian ini diarahkan pada tingkah laku anak yang memiliki telepon genggam. Oleh karena itu teori yang kami anggap relevan untuk dijadikan landasan dalam melakukan penelitian ini adalah teori Behaviorisme.
Dalam teori Behaviorisme dijelaskan bahwa perkembangan perilaku individu selalu mengikuti aturan stimulus – response [PAP98]. Stimulus dapat diartikan sebagai hal yang memicu individu untuk berbuat sesuatu, sedangkan response merupakan reaksi terhadap pemicu/stimulus yang membentuk perilaku dari individu yang bersangkutan. Individu tidak dianggap berperan dalam menentukan perilakunya, karena tingkah laku (respon) memerlukan pengkondisian (stimulus) sebagai pemicu. Tingkah laku tersebut dapat pula tumbuh dari hasil pengamatan lingkungan sekitar.
Popularitas dianggap sesuatu yang penting bagi seorang anak pada masa pertumbuhan khususnya pada masa pertengahan kanak-kanak (dalam teori kognitif pada usia 7-11 tahun/tahap konkret operasional atau dalam teori psikoanalisa pada masa sekolah dasar). Popularitas yang dimaksud bukanlah terbatas pada ketenaran seorang anak dikalangan teman-temannya karena dia adalah seorang public figure, tetapi lebih merupakan pendapat sekelompok anak dalam menerima seorang anak dikalangannya. Hal ini penting karena pada masa itu seorang anak cenderung harus menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak-anak lain dan sangat terpengaruh oleh pendapat dari sekelompok anak-anak tersebut [TUR83].
Anak-anak yang populer biasanya memiliki kemampuan berpikir kognitif yang baik, sudah dapat menyelesaikan masalah sosial dengan baik, ringan tangan terhadap anak-anak lain dan sudah dapat menempatkan diri disuatu lingkungan (asertif) [HUI03]. Dilain pihak, anak-anak yang tidak populer memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang kurang baik, dalam arti kurang luwes dalam bergaul.
Popularitas dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
• Keluarga dan budaya
Sebuah keluarga adalah satuan masyarakat terkecil dimana salah satu fungsinya adalah mendidik. Orang tua yang mendidik anak secara demokratis cenderung mendapatkan hasil yang lebih baik pada anak-anaknya dibandingkan orang tua yang mendidik secara otoriter 1). Kebudayaan di lingkungan anak dibesarkan mempengaruhi popularitas dari segi karakteristik/sifat yang dimiliki seorang anak untuk dikatakan populer atau diterima oleh anak-anak lain.
• Teman atau persahabatan
Teman adalah seseorang dimana seorang anak merasa nyaman berada didekatnya, melakukan sesuatu bersamanya dan memiliki hubungan memberi-menerima. Persahabatan dimulai dengan pilihan, anak-anak cenderung mencari/memilih teman yang sebaya dan memiliki minat untuk dijadikan sahabat. Melalui hubungan dengan teman-teman atau persahabatan, anak-anak belajar cara berkomunikasi, bekerja sama dan mengontrol emosi mereka serta membantu mereka membangun percaya diri.
Berdasarkan karakteristik perkembangan anak yang dipaparkan diatas, kepemilikan telepon selular oleh anak berkaitan dengan perkembangan psikologisnya khususnya dalam mengembangkan kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi serta keinginan untuk diterima di pergaulannya (popularitas). Kreativitas, ego serta kondisi lingkungan (apakah teman-temannya mempunyai telepon selular) secara psikologis dapat memicu seorang anak untuk memiliki telepon selular.

1.3. Ruang Lingkup
Sesuai dengan topik, unit analisis dari penelitian ini adalah individu, yaitu anak-anak usia 6-11 tahun (anak-anak pada usia sekolah SD) yang memiliki telepon genggam. Dalam melakukan penelitian ini kami menggunakan sudut pandang psikologi behaviorisme atau perilaku seorang anak untuk melihat pengaruh dari kepemilikan telepon selular.

1.4. Perumusan Masalah
1.4.1. Research Question
Dalam melakukan penelitian, teori ini menekankan keobjektifan peneliti dalam melihat perilaku individu yang diamati (responden) yang mana datanya diperoleh dari hasil pengamatan terhadap perasaan, prasangka, selera, pikiran, pengalaman dan pendapat pribadi responden [MOR98]. Kami menjadikan kepemilikan telepon genggam sebagai stimulus dan perilaku anak setelah memiliki telepon genggam sebagai response-nya. Penelitian ini juga akan memperhatikan faktor kondisi/perilaku anak sebelum memiliki telepon genggam.
Dari penjelasan di atas, maka kami menentukan research question dari penelitian ini, yaitu:
Apa pengaruh yang ditimbulkan dari kepemilikan telepon selular pada perilaku anak usia 6 - 11 tahun?

1.4.2. Signifikansi Permasalahan
Terdapat beberapa pandangan mengenai penggunaan telepon genggam pada anak yang terkadang dinilai berdasarkan suatu opini yang belum tentu objektif, untuk itu dibutuhkan suatu pembahasan wacana yang objektif kepada masyarakat luas bahwa penggunaan teknologi seperti telepon selular dapat menimbulkan dampak terhadap psikologi anak-anak.
Pikiran seorang anak bukanlah sebuah versi miniatur dari pikiran orang dewasa [HUI03]. Pikiran orang dewasa merupakan hasil perkembangan dari kognitif pada masa kanak-kanak melalui proses belajar, mengamati, kemudian menyimpannya sebagai pengetahuan di otak. Hal ini bukan menjadi objek penelitian kami melainkan hanya sebagai landasan pendukung pentingnya penelitian ini, yaitu bahwa pemikiran yang kemudian memicu tingkah laku pada manusia dewasa dibentuk dari perkembangan pada masa sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak).
Hasil dari penelitian ini dapat dikontribusikan untuk untuk menambah wawasan keilmuan tentang psikologi anak dalam bentuk suatu laporan hasil penelitian.
1.5. Tujuan Penelitian
Perkembangan anak usia 6-11 tahun merupakan bahan pertimbangan kami dalam melaksanakan penelitian ini. Interval usia tersebut merupakan masa dimana seorang anak mengembangkan kemampuan/sifat berikut [ERK03] :
1. Menyusun, membuat dan menyelesaikan sesuatu.
2. Menerima perintah/instruksi yang sistematis, seperti halnya pada pengenalan dasar-dasar teknologi.
3. Sensitif terhadap sifat kurang percaya diri dan rendah diri terhadap kemampuan/apa yang dimiliki dan statusnya diantara teman-teman sebaya.
4. Menentukan sesuatu yang terkait dengan interaksi sosialnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi karakteristik tingkah laku anak usia 6–11 tahun setelah memiliki telepon genggam. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya perilaku di sini bersifat bebas dan bersifat unik bagi setiap anak. Sehingga apabila tujuan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian, maka akan terdiri dari :
a. Mencari pandangan yang objektif mengenai pengaruh pemakaian telepon selular pada objek penelitian yaitu anak-anak berusia 6-11 tahun.
b. Menyelidiki pengaruh pemakaian telepon selular pada perilaku anak-anak, sikap dan reaksi mereka terhadap penggunaan teknologi dalam kehidupan mereka.
c. Menyelidiki pengaruh pemakaian telepon selular pada sikap dan pola pergaulan dari anak-anak tersebut.

BAB II
RANCANGAN PENELITIAN

Perancangan penelitian dilakukan agar penelitian dapat menjawab pertanyaan yang telah ditentukan pada tahapan sebelumnya. Berikut rancangan penelitian yang terdiri dari metode penelitian, tahapan penelitian serta subyek penelitian yang meliputi unit analisis, populasi, sampel, variabel penelitian, sampling frame dan teknik sampling.

2.1. Metode Penelitian
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa penelitian kami adalah penelitian eksploratif, bukan deskriptif. Sebelum melakukan penelitian eksploratif ini, terlebih dahulu kami menentukan pendekatan metode penelitian seperti apa yang dibutuhkan. Metode penelitian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu experiment, survey, field research, dan secondary research. Experiment merupakan pendekatan penelitian untuk menyelidiki sebab dari suatu fenomena dengan cara menciptakan dua kondisi yang yang berbeda pada satu objek yang sama, misal menyelidiki apakah penggunaan internet mempengaruhi kinerja seseorang dengan menciptakan dua kondisi yaitu kondisi orang yang bekerja dengan internet dan yang bekerja tanpa internet. Survey merupakan pendekatan penelitian untuk mencari fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dari suatu grup populasi, dengan menggunakan alat seperti kuisioner atau wawancara. Field research merupakan metode penelitian untuk memperoleh informasi dan pengetahuan dari suatu objek secara langsung tanpa perantara, misal meneliti kehidupan suku badui di pedalaman dibandingkan dengan badui yang tinggal di daerah kota dengan cara terjun ke lapangan (seperti tinggal dengan orang badui di pedalaman untuk satu waktu tertentu sambil meneliti kehidupan mereka). Pendekatan yang keempat adalah secondary research, yaitu pendekatan penelitian dengan menggunakan data-data yang sudah ada seperti dokumen tertulis, lukisan, dsb.
Dari keempat definisi yang telah dijelaskan tersebut, kami lebih memilih menggunakan pendekatan survey. Kami mempunyai beberapa alasan, antara lain:
a. Kami ingin melakukan eksplorasi pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian telepon selular terhadap perilaku suatu populasi, yaitu populasi anak berusia 6-11 tahun.
b. Kami lebih fokus satu kondisi, yaitu kondisi anak-anak 6-11 tahun yang menggunakan telepon selular.
c. Untuk memperoleh data-data tidak membutuhkan waktu yang yang lama (tidak seperti field research).
d. Murah, karena untuk penelitian ini kami menggunakan wawancara dan untuk melakukan wawancara tidak membutuhkan alat bantu yang banyak dan mahal, cukup dengan menggunakan kertas.

2.2. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Penentuan Topik Penelitian
2. Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan penelaahan literatur berdasarkan topik yang telah ditentukan untuk mendapatkan landasan teori bagi penelitian yang akan dilakukan. Selain itu juga dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini dari topik penelitian.
3. Formulasi Masalah
Pada tahapan ini dilakukan identifikasi:
Permasalahan penelitian yang bertujuan untuk meletakkan dasar dalam melakukan penelitian.
Ruang lingkup penelitian yang bertujuan untuk mentransformasikan topik penelitian ke dalam sesuatu yang bisa dikelola, disesuaikan dengan kemampuan dan batasan-batasan sumber daya yang ada.
Pertanyaan penelitian yaitu permasalahan penelitian yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
 Tujuan penelitian adalah apa yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan.
4. Perancangan Penelitian
Tahapan ini dilakukan sebagai perencanaan untuk mendapatkan kesimpulan dari pertanyaan penelitian yang telah dibuat.
Pada tahapan ini dilakukan:
Penentuan metode penelitian.
Penentuan subyek penelitian yang meliputi unit of analysis, populasi, sampel, serta variabel-variabel yang mempengaruhi penelitian.
Penentuan sampling frame, yaitu cara pengambilan sampel dari populasi yang telah ditentukan, serta teknik sampling yang digunakan.
Terakhir adalah menentukan metode pengumpulan data serta alat yang akan digunakan dalam pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sesuai sehingga dapat memenuhi tujuan penelitian.
5. Pengumpulan Data
Pada tahapan ini dilakukan pengambilan data dari sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat penelitian yang telah ditentukan, serta administrasi data sehingga mudah untuk dianalisa.
6. Analisa Data
Pada tahapan ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dan diolah untuk menjawab pertanyaan penelitian dan memenuhi tujuan penelitian.
7. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang telah dilakukan dalam tahapan sebelumnya, diambil kesimpulan yang bersifat exploratory untuk menjawab pertanyaan penelitian.

2.3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian, yang meliputi unit analisis, populasi, sampel, variabel penelitian, sampling frame serta teknik sampling, dalam penelitian ini adalah:
a. Unit Analisis
Unit analisis adalah suatu unit atau entitas yang hendak diteliti atau dianalisa. Pada penelitian kami, unit analisis yang ditentukan adalah individu anak. Secara khusus, individu anak yang akan diteliti adalah berusia 6 – 11 tahun yang telah memilik telepon selular. Kami akan meneliti masing-masing individu anak sehubungan dengan kepemilikan telepon selular.
b. Populasi
Populasi adalah sekumpulan unit analisis yang menjadi subyek penelitian. Populasi pada penelitian kami adalah anak usia 6 – 11 tahun yang telah menggunakan telepon selular.
c. Sampel
Dalam penelitian ini, salah satu variabel yang digunakan adalah sekolah anak. Kami akan mengambil sampel dari 5 sekolah dasar di Jabotabek dengan 10 orang anak dari masing-masing sekolah. Dengan sampel yang berasal dari sekolah yang berbeda, kami berharap untuk dapat menganalisa pengaruh lingkungan sekolah dengan kepemilikan telepon selular pada anak. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang diambil yaitu 50 sampel. Hal ini dilakukan agar penelitian dapat dikelola dengan baik sesuai dengan kapasitas tim peneliti dan tidak memakan biaya terlalu besar. Diharapkan jumlah ini cukup representatif untuk penelitian ini.
d. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu entitas yang dapat memiliki nilai yang berbeda. Terdapat beberapa macam variabel, yaitu dependent variables, independent variables, antecedent variables, intervening variables, controlled variables, uncontrolled variables, qualitative variables, serta quantitative variables.
Pada penelitian kami, variabel-variabel yang kami tentukan antara lain :
1. Dependent variable : perilaku anak (behaviorism).
2. Independent variable : kepemilikan telepon selular.
3. Controlled variable : asal sekolah anak dan kelas.
e. Sampling Frame
Sampling Frame adalah cara mengambil sampel dari populasi yang telah ditentukan di atas. Untuk mengambil sampel dari populasi, tidak terdapat daftar anak sekolah yang menggunakan telepon selular, sehingga dibutuhkan suatu rules atau aturan untuk menguji apakah calon responden termasuk ke dalam target populasi.
Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan sampling frame :
• mendaftar semua kasus atau item.
• menentukan suatu aturan untuk diterapkan pada masing-masing kasus atau item.
• masing-masing kasus dihadapkan pada aturan tersebut untuk menentukan masuk atau tidaknya kasus atau item tersebut dalam sampel penelitian.
Pada penelitian ini kami akan menerapkan langkah-langkah tersebut sebagai berikut :
• kasus-kasus yang ada dalam populasi penelitian kami adalah semua anak usia 6 - 11 tahun.
• aturan yang akan kami terapkan dalam menentukan sampling frame ini adalah anak usia 6 – 11 tahun dan memiliki telepon selular.
• aturan yang ada kemudian diterapkan pada semua kasus penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa yang masuk ke dalam sampling frame kami anak usia 6 – 11 tahun yang memiliki telepon selular. Sebaliknya, untuk kasus anak usia 6 – 11 tahun yang tidak memiliki telepon selular tidak masuk ke dalam sampling frame ini.
f. Teknik Sampling
Terdapat dua macam teknik sampling, yaitu Probability Sampling dan Non-Probability Sampling. Pada penelitian ini kami menggunakan Non-Probability Sampling. Non-Probability Sampling adalah pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara acak. Kami memilih untuk menggunakan Nonprobability Sampling karena teknik ini cocok digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif seperti penelitian kami.
Jenis Nonprobability Sampling yang akan kami gunakan adalah Quota Sampling. Dan kami memilih untuk menggunakan Quota Sampling karena dalam penelitian ini kami akan membagi sampel yang kami butuhkan menjadi beberapa kelompok, yaitu berdasarkan sekolah anak.


BAB III
ALAT PENELITIAN

Pemilihan alat penelitian sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik responden. Untuk itu yang harus kami gali terlebih dahulu keterangan tentang karakteristik responden. Dari segi interval usia yaitu 6 – 11 tahun, responden tergolong anak-anak. Sehingga dari pengetahuan ini kami mengambil beberapa asumsi, yaitu:
• Responden sulit untuk berkonsentrasi terhadap formulir
• Responden membutuhkan penjelasan terhadap setiap pertanyaan
• Responden memerlukan stimulus dari pewawancara untuk memberi tanggapan dan tetap berkonsentrasi
Dengan mempertimbangan beberapa asumsi diatas, metode penelitian survei dengan wawancara dinilai paling sesuai. Wawancara akan dilakukan secara tatap muka yang mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah pewawancara dapat meningkatkan tingkat kerjasama serta memungkinkan responden mendapat klarifikasi secepatnya [WAK00]. Untuk membangun ketertarikan responden untuk melakukan wawancara, kami merasa diperlukannya semacam insentif bagi responden.
Wawancara yang dilakukan bersifat semistructure, dimana pewawancara memiliki pedoman dalam melakukan wawancara. Namun, pewawancara tidak membatasi pilihan jawaban dan tidak mendeskripsikan jenis jawaban. Wawancara akan dilakukan dengan open-ended question, hal ini kami lakukan karena sifat dari penelitian yang eksploratif sehingga diharapkan memperoleh penjelasan yang sebanyak-banyaknya.
Untuk mendukung wawancara ini diperlukan alat perekam (merekam wawancara), alat tulis serta alas tulis untuk mencatat beberapa hal penting pada waktu wawancara terjadi.
Wawancara dimulai dengan pembukaan (opening) oleh pewawancara. Pada pembukaan tersebut dijelaskan kepada responden tujuan dari wawancara, yaitu untuk mendapatkan data penelitian mengenai pengaruh telepon selular terhadap anak usia 6-11 tahun. Karena responden penelitian ini adalah anak usia 6-11 tahun, maka pewawancara sebaiknya menggunakan kata-kata serta kalimat-kalimat yang mudah dimengerti oleh mereka. Selanjutnya, pewawancara dapat mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Untuk menarik minat responden dalam melakukan wawancara ini, pewawancara memberikan insentif kepada responden sesaat setelah pembukaan wawancara dilakukan.
Berikut ini adalah alat penelitian yang berupa daftar pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara.

1. Sejak kapan menggunakan telepon selular?
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui independent variable penelitian, yaitu kepemilikan telepon selular. Sebagai pertanyaan awal yang bertujuan mengetahui apakah ada perbedaan antara responden yang sudah lama menggunakan telepon selular dan responden yang belum lama menggunakan telepon selular, apabila ada perbedaan akan terlihat pada jawaban dari pertanyaan – pertanyaan berikutnya.

2. Latar belakang pergaulan, asal sekolah? Apakah teman-temannya juga memiliki telepon selular?
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian, yaitu perilaku anak (responden). Sebagai pertanyaan awal yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan responden yang berasal dari lingkungan mayoritas pengguna telepon selular dengan lingkungan responden yang tidak memiliki telepon selular berdasarkan pertanyaan-pertanyaan wawancara yang lain. Pewawancara harus mencari tahu proporsi teman responden yang meiliki telepon seluler. Proporsi dilihat terhadap lingkungan sekolah, tempat tinggal dan terbatas pada anak usia sebaya.

3. Alasan memiliki telepon selular, apakah permintaan sendiri atau diberi oleh orang tua? Jika permintaan sendiri kemukakan alasannya!
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui dependent variabel penelitian. Bertujuan untuk mengetahui apakah alasan untuk memiliki telepon selular berasal dari responden (anak) atau orang tua responden. Apabila alasan tersebut berasal dari responden maka hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengeksplorasi alasan-alasan tersebut untuk mengetahui lebih dalam perilaku responden.

4. Merasa mendapatkan manfaat dengan memiliki telepon selular? Jika ya, apa manfaatnya?
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui dependent variabel penelitian. Bertujuan untuk mengetahui apakah responden mereasa mendapat manfaat dengan memiliki hp. Apabila ya, maka tujuan selanjutnya adalah mengeksplorasi manfaat-manfaat tersebut untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang dirasakan responden, serta apakah manfaat tersebut positif atau negatif.

5. Apakah ada pengawasan dari orang tua dalam penggunaan telepon selular? Jika ada seperti apa?
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui dependent variabel penelitian. Digunakan untuk mengetahui dampak dari ada tidaknya pengawasan dari orang tua terhadap perilaku responden yang berkaitan dengan penggunaan telepon seluler.

6. Teknologi telepon selular apa saja yang biasa digunakan? Telepon, sms, games, fitur-fitur lain, atau jarang digunakan sesuai fungsinya hanya untuk gengsi, gaya hidup, pergaulan?
Digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Pertanyaan disini bertujuan untuk mendapat data apakah telepon selular tersebut digunakan semaksimal mungkin sesuai dengan fitur-fitur yang ada dalam telepon selular, atau hanya digunakan untuk fungsi yang minim (telepon, sms) walaupun hp memiliki fitur yang cukup bervariasi, dan lebih diutamakan untuk gaya hidup saja.

7. Setelah memiliki telepon selular, apakah kepercayaan diri lebih meningkat atau tidak? Jika ya, seperti apa?
Digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Untuk mengetahui apakah dengan memiliki telepon selular responden merasa ada peningkatan percaya diri.

8. Setelah memiliki telepon selular, apakah pergaulannya menjadi lebih luas atau malah lebih sempit hanya dalam kelompok yang memiliki telepon selular saja?
Digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Untuk mengetahui apakah dengan memiliki telepon selular pergaulan responden menjadi lebih luas atau sebaliknya hanya bergaul dengan kelompok yang memiliki telepon selular saja.
9. Cara menyimpan atau memelihara telepon selular seperti apa? Serta pernah rusak atau tidak?
Digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui tanggungjawab responden terhadap telepon selular yang dimilikinya, salah satunya dilihat berdasarkan cara responden menyimpan atau memelihara telepon selular tersebut.

10. Pernah ganti telepon selular? Jika ya, seberapa sering dan alasannya? Apakah karena mengikuti perkembangan mode/teknologi atau karena rusak?
Untuk mengetahui dependent variable penelitian. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui alasan responden yang pernah berganti telepon selular. Setelah mengetahui alasannya maka akan diselidiki apakah alasan tersebut adalah alasan konsumtif (mengganti telepon selular karena mengikuti mode) atau alasan hilang/rusak (kurang tanggungjawab), atau alasan-alasan lain, misalnya mengikuti perkembangan teknologi.

11. Menggunakan telepon selular kapan dan dimana?
Digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Bertujuan untuk mengetahui kesadaran responden terhadap etika dalam menggunakan telepon selular. Responden tahu dimana tempat yang tepat untuk menggunakan telepon selular, tidak dipakai sembarangan seperti di dalam kelas pada saat pelajaran atau pada tempat-tempat umum lainnya.

12. Mengikuti teknologi dan fitur-fitur yang tersedia pada telepon selular?
Untuk mengetahui dependent variable penelitian. Bertujuan untuk mengetahui apakah dengan kepemilikan telepon selular responden perkembangan teknologi pada telepon selular seperti Multimedia Message Service (MMS), Wireless Access Protocol (WAP), (General Packet Radio Service) GPRS, bahkan bluetooth.

13. Telepon selular digunakan untuk keperluan apa saja?
Untuk mengetahui perbandingan tingkat kebutuhan dan pengeluaran akibat penggunaan telepon selular.

14. Kira-kira, jika tahu, berapa besar pemakaian pulsa telepon selular tiap bulannya?
Pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui dependent variable penelitian. Diarahkan untuk mengetahui rata-rata pemakaian telepon selular dalam kurun waktu tertentu.

15. Boros dalam penggunaan telepon selular menurut mereka? (Disesuaikan dengan latar belakang kehidupan mereka, misalnya. menurutmu boros menggunakan telepon selular itu pada penggunaan pulsa hingga berapa besar?)
Pertanyaan ini digunakan sebagai parameter untuk mengelompokkan responden pada karakteristik boros atau tidak. Pengelompokkan ini disesuaikan dengan gaya hidup responden tersebut. Tingkat keborosan tersebut ditentukan oleh responden sendiri (apakah responden dengan menghabiskan sejumlah pulsa merasa dirinya boros atau tidak), sehingga peneliti dapat mengetahui sebatas mana pengertian dan penghargaan responden terhadap materi/uang.

BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Dalam suatu penelitian, proses yang dilakukan belum cukup bila berhenti sampai pengumpulan data saja. Data yang telah didapat selanjutnya perlu diolah yang akhirnya dapat memberikan informasi berupa cerminan dari data tersebut. Untuk itu perlu dilakukan analisa data.
Analisa data pada kasus ini diterapkan pada open-ended question saja. Alasannya adalah karena tujuan penelitian yang dilakukan bersifat exploratory. Sehingga dalam hal ini tidak menggunakan fungsi-fungsi statistik untuk menganalisa data, melainkan menggunakan fungsi-fungsi matematika sederhana yang terdapat pada Microsoft Excel® XP dan disajikan dalam bentuk skema atau tabulasi.
Adapun tahapan dalam melakukan analisa yang telah disesuaikan, sebagai berikut:
 Persiapan data alat analisa
o Menentukan kolom-kolom jawaban yang didapat dari hasil wawancara.
o Nama kolom ditentukan bersamaan dengan pemeriksaan data hasil wawancara.
o Pembuatan kolom pada Excel® dan pemetaan jawaban pada kolom yang sesuai
Transformasi Data
o Tidak semua data mentah akan dianalisa, melainkan melalui proses transformasi berdasarkan asumsi.
o Misalnya, responden yang menyimpan telepon selulernya di tas jika ia di sekolah dan memindahkannya ke meja belajar, maka diasumsikan responden cukup hati-hati dalam memelihara telepon selulernya.
Statistik Deskriptif
o Distribusi, setelah dilakukan pemetaan jawaban terhadap kolom yang sesuai, dihitung frekuensi untuk masing-masing kolom.
o Central tendency, setelah didapat distribusi, selanjutnya dilakukan kalkulasi kolom mana saja yang paling banyak dipilih (dijawab).
Pada akhirnya dilakukan penjabaran informasi dengan maksud memberikan penjelasan tentang keadaan atau pengaruh penggunaan telepon selular pada anak usia 6-11 tahun.
Secara umum, ada empat tipe jawaban dari responden, hasil wawancara dengan pertanyaan yang bersifat open-ended, yaitu:
 Jawaban tidak sesuai dengan isu yang dilontarkan
Komentar yang negatif dan positif terhadap asumsi-asumsi dari pertanyaan
Jawaban yang bersifat umum
Jawaban yang bersifat spesifik
Analisa data dilakukan terhadap tipe jawaban dua terakhir saja. Adapun lembar analisa data diolah menggunakan Microsoft Excel®. Contoh hasil masukan beberapa data dapat dilihat pada Gambar 1 – Gambar 2. Nama kolom sesuai dengan tiap pertanyaan yang telah dijelaskan diatas.


Gambar 1 – Contoh Hasil Masukan DataMentah


Gambar 2 – Lanjutan Contoh Hasil Masukan Data Mentah

Setelah melalui proses transformasi data, maka tiap jawaban diklasifikasi berdasarkan common sense peneliti untuk mempermudah proses analisa serta pengambilan kesimpulan.


Gambar 3 – Contoh Hasil Transformasi Data


Gambar 4 – Lanjutan Contoh Hasil Transformasi Data


Gambar 5 – Lanjutan Contoh Hasil Transformasi Data

Pada baris paling tabel diatas terdapat frekuensi jawaban pada kolom yang sama. Hal ini sangat berguna untuk membantu dalam melakukan penjabaran pengaruh penggunaan telepon selular pada anak pada interval usia 6-11 tahun. Nama kolom pada baris teratas adalah pertanyaan terhadap responden sedangkan nama kolom pada baris dibawahnya adalah variasi jawaban responden. Jadi nama kolom pada baris kedua tidak bersifat tetap melainkan tergantung dari jawaban responden. Sebagai contoh jika jawaban terhadap pertanyaan ”Keperluan apa?” ada tiga yang berlainan, berarti kolom dibawah ”Keperluan apa?” juga bertambah dari dua menjadi tiga kolom.
Setelah melakukan proses pemasukan data dan memperoleh statistik deskriptifnya, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan narasi berupa penjabaran pengaruh terhadap penggunaan telepon selular pada anak pada interval usia 6-11 tahun. Penjabaran ini mencakup hal-hal yang cukup menjadi perhatian saja dan mengarah pada karakteristik anak pengguna telepon selular, misalnya ternyata biaya Rp. 200.000 paling banyak menjadi jawaban atau ternyata mereka sangat sadar akan datangnya teknologi baru seperti Bluetooth.

BAB V
KESIMPULAN

Merebaknya kepemilikan telepon genggam oleh anak-anak usia 6-11 tahun menimbulkan pertanyaan apakah mereka benar-benar memerlukan alat komunikasi tersebut. Dari pertanyaan itu timbullah research question berikut: “Apa pengaruh yang ditimbulkan dari kepemilikan telepon selular pada perilaku anak usia 6 - 11 tahun?”.

Hal-hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik tingkah laku anak dapat diperoleh dari hasil pengamatan terhadap perasaan, prasangka, selera, pikiran, pengalaman dan pendapat pribadi responden
2. Metode penelitian yang digunakan adalah survey. Metode ini dianggap sesuai untuk mengupas karakteristik subyek penelitian. Selain itu, dengan menggunakan metode survey dapat menghemat waktu dan biaya karena dalam hal ini alat penelitian yang dibutuhkan adalah daftar pertanyaan kuesioner.
3. Non-Probability Sampling dengan jenis quota sampling dipilih sebagai teknik pengambilan sampel, karena cocok untuk penelitian yang bersifat eksploratif dan kami membagi sampel menjadi beberapa kelompok berdasarkan asal sekolah.
4. Analisa data dilakukan terhadap dua tipe jawaban yaitu jawaban yang bersifat umum dan jawaban yang bersifat spesifik.
5. Rumusan penelitian yang terdapat pada laporan ini diharapkan dapat dijadikan acuan pada saat melakukan penelitian.



REFERENSI


[ERK03] Erikson, E. (2003). Child Development: Erikson's Latency Stage Retrieved November 12, 2003. Web Site : http://www.childstudy.net/late-erk.html

[HUI03] Huitt, W. & Hummel, J. Cognitive Development. Retrieved June 5, 2003. Web Site : http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/piaget.html

[MOR98] Moore, J. (1998). Behaviorism Tutorial Part 2: The First Phase of the Behavioral Revolution: Classical S-R Behaviorism. Retrieved November 12, 2003. Web Site : http://psych.athabascau.ca/html/Behaviorism/Part1/sec2.shtm










Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
HASIL PENELITIAN
Hubungan antara
Gangguan Depresi Ibu
dengan Gangguan Mental Anaknya
yang Berusia 12-47 Bulan
dan Menderita Talasemia
Peony Suprianto, Lukas Mangindaan*, Irawati Marsubrin Ismail*, Iwan Ariawan**
PPDS,* Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
** Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Tujuan : Untuk mendapatkan hubungan antara gangguan depresi ibu dengan gangguan
mental pada anaknya yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia. Metode : Penelitian ini
merupakan penelitian potong lintang. Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I
Disorders (SCID-I) Versi Bahasa Indonesia digunakan untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan depresi dari 68 ibu dari anak yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia. Pada
68 anak dari 68 ibu tersebut dilakukan pemeriksaan klinis psikiatrik berpedoman pada kriteria
diagnostik dari Diagnostic of Mental Health and Developmental Disorders of Infancy and Early
Childhood (DC: 0-3) untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan mental. Hasil : Anak dari
ibu yang menderita gangguan depresi 3,6 kali kemungkinannya untuk menderita gangguan
mental dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak menderita gangguan depresi. Anak yang
berusia > 18-47 bulan; 0,06 kali kemungkinannya untuk menderita gangguan mental
dibandingkan dengan anak yang berusia 12-18 bulan. Anak yang lama sakit Talasemianya >12
bulan; 0,14 kali kemungkinannya untuk menderita gangguan mental dibandingkan dengan anak
yang lama sakitnya <12 bulan.
Simpulan : Gangguan depresi ibu merupakan faktor kontribusi bermakna terhadap
timbulnya gangguan mental pada anak yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia.
Makin besar usia anak dan makin lama sakit Talasemia merupakan faktor protektif.
Kata Kunci: Anak Talasemia, gangguan depresi, gangguan mental.
PENDAHULUAN
Penyakit Talasemia Mayor (selanjutnya disebut Talasemia
saja) merupakan salah satu penyakit herediter yang diturunkan
menurut Hukum Mendel. Penyakit ini merupakan penyakit
genetik yang paling sering ditemukan di dunia. Tidak kurang
dari 250 juta penduduk dunia merupakan pembawa sifat
Talasemia, dan setiap tahun dilahirkan 300.000 bayi dengan
Talasemia.
1
Terapi kausal untuk Talasemia belum ditemukan,
sehingga pasien hanya mendapat terapi simtomatis. Terapi
Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007
124

Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
simtomatis untuk Talasemia terdiri dari transfusi darah
periodik dan terapi khelasi untuk membuang kelebihan zat
besi (Fe) dari tubuh pasien.
2
Humris-Pleyte dalam penelitiannya menemukan bahwa dari
192 kasus Talasemia yang diteliti; 59,4 % kasus diagnosisnya
ditegakkan sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3 % kasus pada saat
anak berusia 1-2 tahun, dan 7,3 % kasus diagnosisnya
ditegakkan pada waktu anak berusia 2-4 tahun.
3
Dari populasi
tersebut ditemukan 36,1% dari 108 ibu, dan 32,7 % dari 104
ayah yang diperiksa menderita gangguan mental; juga
ditemukan hubungan antara gangguan mental ibu dengan
gangguan mental anaknya, tetapi tidak ada hubungan antara
gangguan mental ayah dengan gangguan mental anaknya.
3
Lebih dari 90 % kasus Talasemia, diagnosisnya ditegakkan
sebelum anak berusia 2 tahun. Pada masa bayi dan kanak awal
terjadi hubungan ibu-anak yang khas, yang pertama kali
dikenalkan oleh Bowlby dengan teori kelekatan (attachment)
Menurut Erikson, perkembangan seorang anak adalah hasil
interaksi antara anak dan lingkungannya (nature dan nurture)
1
Pada usia 12-47 bulan, anak sangat membutuhkan bantuan dari
lingkungannya untuk berkembang. Tokoh utama dari
lingkungan adalah orangtua, khususnya ibu. Apabila ibu
menderita gangguan depresi, proses perkembangan anak mungkin
akan mengalami gangguan.
Belum ada penelitian yang meneliti hubungan antara
gangguan depresi pada ibu dengan gangguan mental pada
anaknya yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia.
Sehingga peneliti berminat untuk melakukan suatu penelitian
tentang hubungan antara gangguan depresi pada ibu dengan
gangguan mental pada anaknya yang berusia 12-47 bulan dan
menderita Talasemia.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dan
bersifat deskriptif analitik.
6
Lokasi penelitian di Unit Talasemia, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo Jakarta, dilakukan pada bulan Oktober 2003
sampai dengan Maret 2004.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah ibu dari anak
yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia yang
terdaftar di Unit Talasemia Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta, beserta
dengan anak tersebut. Sampel yang dikehendaki dipilih dari
populasi terjangkau dengan cara consecutive sampling
7
. Besar
sampel adalah 68 ibu dari anak yang berusia 12-47 bulan dan
menderita Talasemia beserta dengan 68 anak tersebut.
Sampel anak merupakan penderita Talasemia yang berusia
antara 12-47 bulan, baik laki-laki maupun perempuan,
dibesarkan oleh ayah dan ibu kandung yang masih hidup dan
masih tinggal bersama dalam ikatan perkawinan, dan diperiksa
sesudah menerima transfusi darah, serta tidak sedang
menderita keadaan organik akut yang berat, misalnya demam
tinggi atau kesadaran menurun.
Sampel ibu merupakan ibu kandung dari sampel anak,
pendidikan minimal tamat Sekolah Dasar, dan bersedia
mengikuti penelitian dengan menandatangani Informed
Consent, serta tidak menderita penyakit fisik berat dan
skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya.
KERANGKA KERJA
Peneliti melakukan seleksi terhadap ibu dari anak yang
berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia, yang datang
untuk berobat maupun kontrol di Unit Talasemia Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, yaitu menilai apakah
ibu dan anaknya tersebut memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Bila ibu dan anaknya tersebut memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, maka mereka menjadi sampel penelitian.
Peneliti menjelaskan kepada sampel tentang maksud dan
tujuan penelitian. Bila sampel menyetujui untuk ikut serta
dalam penelitian, maka dilanjutkan dengan penandatanganan
Informed Consent. Setelah itu dilanjutkan dengan pengisian
kuesioner, wawancara terstruktur, dan pemeriksaan klinis
psikiatrik.
Pengisian kuesioner biodata dan wawancara terstruktur
pada ibu dilakukan setelah anak selesai menerima transfusi
darah. Sebagian besar anak akan mendapatkan transfusi darah
selama 2 hari. Selama 2 hari transfusi tersebut, peneliti
berusaha mendekati ibu dan anak untuk membina rapport.
Data demografi yang diambil adalah identitas anak (nama,
usia, jenis kelamin, suku, agama, umur diagnosis, dan lama
sakit) dan identitas ibu (nama, usia, pendidikan,
pekerjaan, dan sosial ekonomi keluarga). Setelah itu
dilanjutkan dengan wawancara terstruktur dengan instrumen
SCID-f untuk menyingkirkan skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya. Kemudian dilakukan wawancara terstruktur
dengan SCID-I untuk menegakkan diagnosis gangguan depresi.
Kepada ibu juga ditanyakan riwayat psikiatrik dari anaknya
(keluhan utama, riwayat gangguan psikiatrik, gangguan medik,
kehamilan, persalinan, tumbuh kembang, keluarga, dan riwayat
kehidupan sekarang).
Setelah anak selesai mendapatkan transfusi, peneliti
melakukan pemeriksaan klinis psikiatri pada anak dengan
berpedoman pada DC:0-3
9
Hasil pemeriksaan yang
Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007 125

Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
dikumpulkan adalah deskripsi umum (penampilan, kesadaran,
perilaku, sikap), interaksi orangtua-anak, perpisahan dan
penyatuan kembali, orientasi, pembicaraan, mood, bermain,
dan perkiraan intelektual. Dari hasil pemeriksaan psikiatrik
ini dapat disimpulkan ada atau tidak ada gangguan mental
dan apa jenis gangguan mental tersebut.
Pada 7 sampel anak yang sudah diperiksa oleh peneliti,
diajak ke poliklinik psikiatri di bagian IKA RSCM untuk
menjalani pemeriksaan psikiatrik berpedoman DC: 0-3 oleh
psikiater yang sedang mengikuti fellowship Psikiatri Anak.
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data dikumpulkan dan kemudian ditabulasi dan diolah.
Analisis statistik menggunakan chi-square.
HASIL PENELITIAN
Sampel anak berusia rata-rata 32 ± 10 bulan (rentang, 13-
47 bulan). Sampel ibu rata-rata berusia 29,29 ± 6,6 tahun
(rentang, 18-48 tahun). Karakteristik lain dapat dilihat dalam
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel Anak
Karakteristik
n = 68
%
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
35
33
51,5
48,5
Usia Anak
12 ¬ 18 bulan
> 18 ¬ 47 bulan
8
60
11,8
88,2
Suku
Sunda
Betawi
Jawa
Minang
Tionghoa
Lain-Lain
25
20
15
1
4
3
36,7
29,4
22,1
1,5
5,9
4,4
Agama
Islam
Kristen/Katolik
Budha
64
3
1
94,1
4,4
1,5
Usia Diagnosis
< 24 bulan
> 24 bulan
60
8
88,2
11,8
Lama Sakit
< 12 bulan
> 12 bulan
17
51
25,0
75,0
Pada penelitian ini didapatkan lebih banyak sampel anak
yang tidak mengalami gangguan mental (77,9 %). Jenis
gangguan depresi pada ibu sebagian besar adalah episode
depresi berat masa sebelumnya (94,1 %). Jenis gangguan
mental pada anak semuanya adalah gangguan penyesuaian.
Dari analisis bivariat didapatkan hasil yang bermakna (p
< 0,05) pada hubungan antara gangguan depresi pada ibu dan
gangguan mental pada anak, kelompok usia anak dengan
gangguan mental pada anak, dan lama sakit Talasemia
dengan gangguan mental pada anak. (Tabel 3)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sampel Ibu dan Pengeluaran/Orang/-Bulan
Karakteristik
n = 68
%
Usia Ibu
18-40 tahun
> 40 tahun
64
4
94,1
5,9
Pendidikan Ibu
Rendah
Sedang
38
30
55,9
44,1
Pengeluaran/ Orang/Bulan
< 160.748
> 160.748
5
63
7,4
92,6
PEMBAHASAN
Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara
gangguan depresi ibu dengan gangguan mental pada anaknya
yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia (p 0,048).
Selain itu, pada Tabel 3 dapat dilihat pula variabel-variabel
yang memiliki nilai p yang bermakna, yaitu usia anak (0,002),
dan lama sakit (0,002).
Dari hasil analisis chi-square terlihat bahwa anak dari ibu
yang menderita gangguan depresi 3,6 kali lebih besar
kemungkinannya untuk menderita gangguan mental
dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak menderita
gangguan depresi. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Humris-Pleyte pada 192 penderita Talasemia yang berusia 1-
17 tahun; salah satu hasilnya adalah apabila ibu menderita
gangguan jiwa maka risiko anaknya menderita gangguan jiwa
adalah 2,96 kali.
3
Weissman dkk, (dikutip oleh Pound),
meneliti 125 anak berusia 6-23 tahun dari orangtua depresi
menemukan bahwa anak-anak dari orangtua yang depresi
mempunyai risiko 1,6 kali untuk menderita depresi berat
semasa hidup dan beberapa kali untuk menyalahgunakan zat
psikoaktif dibanding kontrol.
10
Menurut Erikson, perkembangan seorang anak adalah
hasil interaksi antara anak dengan lingkungannya. Tokoh
utama dari lingkungan pada masa bayi dan kanak awal adalah
ibu. Apabila seorang ibu menderita gangguan depresi, maka
proses perkembangan anak akan terganggu. Tidak semua anak
dari ibu dengan gangguan depresi menderita gangguan mental.
Pada penelitian ini semua ibu mendapat bantuan dari orang
lain (ibu, ibu mertua, tante, kakak, adik, pembantu, baby
Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007
126

Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
sitter, dan lain-lain) untuk mengasuh anaknya, saat ibu
tersebut menderita gangguan depresi. Orang yang
membantu pengasuhan anak saat ibu menderita depresi itulah
yang berperan sebagai figur ibu, sehingga anak tetap dapat
berkembang dengan baik.
4
Walaupun demikian, anak dari
ibu depresi lebih rentan terhadap gangguan pada
perkembangannya. Anak yang berusia > 18-47 bulan 0,06 kali
lebih kecil kemungkinannya untuk menderita gangguan
mental dibandingkan dengan anak yang berusia 12-18
bulan. Jadi usia yang makin besar merupakan faktor
protektif untuk terjadinya gangguan mental pada anak.
Hasil ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang tidak
menemukan perbedaan bermakna dengan terdapatnya
gangguan mental pada ketiga fase perkembangan yang
diteliti (1-5 tahun, 6-10 tahun, dan 11-17 tahun).
3
Perbedaan ini mungkin karena pada penelitian Humris-Pleyte
tersebut kelompok usia 1-5 tahun disatukan, sedangkan tugas
perkembangan antara anak usia 0-18 bulan dan anak yang lebih
besar berbeda. Menurut Erikson, pada usia 0-18 bulan anak
berada dalam fase basic trust vs mistrust, dan pada usia 18-
36 bulan anak berada dalam fase autonomy vs shame and
doubt. Tugas dan kebutuhan perkembangan pada kedua
fase tersebut berbeda, sehingga gangguan perkembangan
yang terjadi mungkin akan berbeda pula.
Anak yang lama sakit Talasemianya >12 bulan 0,14 kali
lebih kecil kemungkinannya untuk menderita gangguan mental
dibandingkan dengan anak yang lama sakitnya 12 bulan.
Jadi lama sakit >12 bulan merupakan faktor protektif untuk
terjadinya gangguan mental pada anak. Hasil ini sesuai
dengan penelitian atas 92 anak usia sekolah dengan diabetes
melitus, 38 anak mengalami gangguan psikiatrik sebagai
respons dari diagnosis diabetes melitus tergantung insulin.
Dari 38 anak tersebut, 33 anak (87 %) mengalami gangguan
penyesuaian, semuanya sembuh paling lama setelah 247 hari
(rerata 92 hari, rentang 7-247 hari).
13
Seluruh gangguan mental
yang ditemukan pada penelitian ini adalah gangguan
penyesuaian. Gangguan penyesuaian adalah reaksi maladaptif
jangka pendek terhadap stresor psikososial, dalam hal ini
penyakit Talasemia. Gangguan penyesuaian diharapkan sembuh
spontan segera setelah stresor dihilangkan atau, jika stresor
menetap, setelah tercapai tingkat adaptasi yang baru.
Jenis gangguan depresi pada ibu sebagian besar adalah
episode depresi berat masa sebelumnya (94,1 %). Reaksi
orangtua apabila anak yang tadinya sehat kemudian menderita
suatu penyakit kronis menurut Graham adalah melalui fase-
fase kejutan, penyangkalan, kemarahan, depresi, dan
penerimaan.
12
Sebagian besar ibu yang berada pada fase
depresi menunjukkan gejala yang memenuhi kriteria episode
depresi berat masa sebelumnya menurut SCID-l, walaupun
demikian sebagian besar ibu-ibu tersebut mampu melewati
fase depresi dan akhirnya menerima keadaan anaknya yang
menderita Talasemia. Hanya 5,9 % dari ibu-ibu tersebut yang
masih tetap berada dalam fase depresi (memenuhi kriteria
gangguan distimik).
Walaupun ibu-ibu itu memenuhi kriteria diagnostik
episode depresi berat masa sebelumnya, tetapi pada ibu-ibu itu
juga dipikirkan diagnosis banding gangguan penyesuaian,
mengingat gejala-gejala tersebut timbul setelah stresor yang
jelas dan sembuh sendiri setelah 4-6 bulan. Gejala-gejala
tersebut berangsur berkurang sejak mereka menjalankan
pengobatan untuk anaknya di Unit Talasemia bagian IKA
RSCM, ketika mereka melihat bahwa jumlah penderita Tala-
semia ternyata banyak, dan juga karena hiburan dan dorongan
dari keluarga yang mengantar pasien-pasien tersebut, Sampel
anak lebih sedikit mengalami gangguan mental (22,1 %). Hasil
ini sesuai dengan penelitian Humris-Pleyte, bahwa penderita
Talasemia yang berusia 1-5 tahun lebih sedikit mengalami
gangguan jiwa (33,8 %).
3
Juga sesuai dengan penelitian Keren
dkk. pada 113 anak yang dirujuk ke klinik kesehatan
mental dan dibandingkan dengan 30 anak yang tidak dirujuk,
yaitu sebesar 18 %.
14
Jenis gangguan mental pada penelitian ini semuanya adalah
gangguan penyesuaian. Hasil ini sesuai dengan hasil
penelitian atas 92 anak usia sekolah dengan diabetes melitus,
yaitu 38 anak mengalami gangguan psikiatrik sebagai respons
dari diagnosis diabetes melitus tergantung insulin. Dari 38
anak tersebut, 33 anak (87 %) mengalami gangguan
penyesuaian
13
.
Perbedaannya mungkin karena usia sampel dan jenis
penyakit fisik yang berbeda. Jenis gangguan mental pada
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Keren,
Feldman, dan Tyano yang distribusi diagnosisnya adalah
gangguan perilaku makan (30 %), gangguan penyesuaian (24
%), gangguan perilaku tidur (19 %), gangguan perlekatan (9
%), gangguan afek (7 %), perilaku menentang/agresi (7 %),
gangguan regulasi (3 %), dan gangguan stres traumatik (2 %).
14
Hal
ini mungkin disebabkan adanya perbedaan masalah anak.
Pada penelitian ini masalahnya adalah anak yang menderita
Talasemia dan setiap bulan mendapatkan terapi yang
menyakitkan (disuntik beberapa kali setiap bulan untuk
periksa darah, transfusi darah). Pada penelitian Keren,
Feldman dan Tyano terdapat 5 alasan utama untuk merujuk
anak ke klinik kesehatan mental, yaitu : masalah makan (27
%), masalah tidur (19 %), perilaku agresif (18 %), iritabilitas
(15 %), dan depresi pada ibu (8 %).
14
Inter-rater reliability test dilakukan terhadap 7 sampel
Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007 127

Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
anak oleh seorang psikiater yang sedang mengikuti fellowship
di Bagian Psikiatri Anak FKU1/RSCM. Hasil inter-rater
reliability test pada 7 sampel menunjukkan nilai kappa-nya.
0,85. Reliabilitas pengukuran gangguan mental pada
penelitian ini baik.
KETERBATASAN
1. Sampel diambil dengan metode nonprobabilitas. Usaha
untuk mengatasi keterbatasan ini adalah dengan memilih
metode sampling non probabilitas yang terbaik, yaitu
consecutive sampling .
2. Salah satu instrumen yang digunakan adalah DC:0-3
yang merupakan klasifikasi diagnostik deskriptif dari
gangguan mental. Usaha untuk mengatasi keterbatasan ini
adalah dengan melakukan inter-rater reliability test.
3. Terdapat faktor-faktor lain yang tidak diteliti (misalnya
faktor perkembangan anak, temperamen anak,
neurokimiawi, genetik, komplikasi saat hamil, hubungan
ibu anak,pola asuh, gangguan keseimbangan keluarga,
dan talasemia) karena keterbatasan peneliti.
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menemukan adanya hubungan antara
gangguan depresi pada ibu dengan gangguan mental pada
anaknya yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia.
Dari hasil analisis chi-square ditemukan bahwa anak dari ibu
yang menderita gangguan depresi 3,6 kali lebih besar
kemungkinannya untuk menderita gangguan mental
dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak menderita
gangguan depresi. Anak yang berusia > 18-47 bulan 0,06 kali
lebih kecil kemungkinannya untuk menderita gangguan
mental dibandingkan dengan anak yang berusia 12-18 bulan.
Anak yang lama sakit Talasemianya >12 bulan 0,14 kali lebih
kecil kemungkinannya untuk menderita gangguan mental
dibandingkan dengan anak yang lama sakitnya sampai dengan
12 bulan.
Jadi usia anak yang makin besar dan lama sakit Talasemia
yang makin lama merupakan faktor protekiif untuk terjadinya
gangguan mental pada anak.
Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
desain berbeda atau variabel yang belum diteliti. Juga perlu
melibatkan psikiater dalam penatalaksanaan pasien Talasemia
sejak awal {Consultation Liaison Psychiatry). Kegiatan yang
dapat dilakukan adalah mendampingi, memberikan konsultasi
atau psikoterapi, dan farmakoterapi jika perlu kepada keluarga
pasien Talasemia, khususnya ibu dan anak penderita
Talasemia; sehingga akhirnya mereka dapat menerima
keadaan tersebut.
KEPUSTAKAAN
1. Cooley's Anemia Progress Review Committee. Cooley's Anemia :
Progress in Biology and Medicine. Bethesda, 1995.
2.
Sub-bagian Hematologi Bagian IKA FKUI/RSCM. Petunjuk Diagnosis
dan Tatalaksana Kasus Talasemia. Jakarta: 1997.
3.
Humris-Pleyte. Penyakit Talasemia Mayor sebagai Faktor Pencetus
Psikopatologi pada Anak dan Orang-tuanya. Tesis diajukan untuk
mendapat gelar Doktor dalam Ilmu Kedokteran pada Universitas
Indonesia. Jakarta: 2001.
4.
Bowlby J. Attachment and Loss, Vol. I. Great Britain : Hazell Watson &
Viney Ltd. 1981;221-57.
5.
Prasetyo Y. Perkembangan Jiwa Anak. Dalam: Humris-Pleyte, Prasetyo
Y, Darmabrata W, penyunting. Simposium Masalah Kejiwaan pada
Proses Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : PD Sistimatis, 1983; 1-36.
6.
Ghazali MV dkk. Studi Cross Sectional. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael
S, penyunting. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :
Binarupa Aksara, 1995; 66-76.
7.
Talogo RW. Sampel. Dalam: Tjokronegoro A, Sudarsono S, penyunting.
Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999; 127 - 34.
8. Grup Genetik Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Structured Clinical Interview For DSM-IV Axis I Disorders
Versi Bahasa Indonesia V.I.01. Jakarta: 2000.
9. Zero to Three. National Center for Infants, Toddlers, and Families.
Diagnostic Classification: 0-3. Diagnostic Classification of Mental
Health and Developmental Disorders of Infancy and Early Childhood.
Washington DC; 1999.
10. Pound A. Parental Affective Disorder and Childhood Disturbance.
Dalam : Gopfert M, Webster J, Seeman MV, penyunting. Parental
Psychiatric Disorder: Distressed Parents and Their Families. Cambridge
: Cambridge University Press, 1996; 2018.
11. Erikson EH. Identity : Youth and Crisis. New York : WW Norton &
Company; 1968.
12. Graham P. Child Psychiatry ¬ A Developmental Approach. Oxford:
Oxford University Press, 1986;110-5.
13. Kovacs M, Ho V, Pollock MH.Criterion and Predictive Validity of the
Diagnosis of Adjustment Disorder : A Prospective Study of Youths with
New-Onset Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Am J Psychiatry
152;4:523-8.
14. Keren M, Feldman R, Tyano S. Diagnoses and Interactive Patterns of
Infants Referred to a Community-Based Infant Mental Health Clinic. J
Am Acad Child Adolesc Psychiatry 40 : 72-82.
15. Tumbelaka AR, dkk. Pengukuran. .Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S,
penyunting. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1995;27-41.
Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007
128

Hubungan Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anak
Tabel 3. Hubungan antara Variabel Bebas dengan Gangguan Mental pada Anak
Gangguan Mental Pada Anak
Variabel bebas
Tidak Ada
(n=53)
%
Ada
(n=15)
% Total
Nilai P
OR
95 % CI
Gangguan Depresi Ibu
Tidak Ada
Ada
30
23
88,2
67,6
4
11
11,8
32,4
34
34
0,048
1,000
3,587
1,011;12,731
Usia Anak
12 ¬ 18 bulan
>18 ¬ 47 bulan
2
51
25,0
85,0
6
9
75,0
15,0
8
60
0,002
1,000
0,059
0,010; 0,339
Lama Sakit Talesemia
< 12 bulan
> 12 bulan
9
44
53,0
86,3
8
7
47,0
13,7
17
51
0,002
1,000
0,136
0,039; 0,480
Jenis Kelamin
Laki ¬ Laki
Perempuan
25
28
71,4
84,8
10
5
47,0
13,7
35
33
0,188
1,000
0,446
0,134; 1,484
Saat Diagnosis Talasemia
< 24 bulan
> 24 bulan
46
7
76,6
87,5
14
1
28,6
15,2
60
8
0,658
1,000
0,824
0,349;1,944
Usia Ibu
18 - < 40 tahun
> 40 tahun
48
5
76,2
100,0
15
0
23,4
12,5
63
5
0,999
Pendidikan Ibu
Rendah
Sedang - Tinggi
29
24
76,3
80,0
9
6
23,7
20,0
38
30
0,716
1,000
0,806
0,251;2,585
Pekerjaan Ibu
Bekerja
Tidak Bekerja
14
39
93,3
73,6
1
14
6,7
26,4
15
53
0,135
1,000
0,199
0,024;1,656
Sosial Ekonomi Keluarga
>160.748
< 160.748
49
4
77,7
80,0
14
1
22,3
20
63
5
0,908
1,000
1,143
0,118;11,066
KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE JUNI ¬ JULI 2007
Bulan
Tanggal
Kegiatan
Tempat dan Informasi
01 - 03
1st Indonesian Symposium on Colorectal Disease :
A Multidisciplinary Approach
Hotel Borobudur Jakarta
Ph. : 021-31900938, 3148705, 081510772557
Fax. : 31909382 ; E-mail : isma@pharma-pro.com
01
15th International Meeting of the
European Society of Gynaecological Oncology
The Hotel InterContinental Berlin, Germany
Ph./Fax. : +41 22 908 0488 / +41 22 732 2852
E-mail : info@esgo.org http://www.esgo.org/esgo15
13 - 18
PERDICI
3rd National Congress of ISICM - Global Challenge in
Intensive Care Medicine : Patient-Centered Solutions
Hotel Borobudur Jakarta
Ph. / Fax.: 021-3149318, 3149319, 2305835 / 3153392
E-mail: marketing@geoconvex.co.id
http://www.geoconvex.com
21 - 24
5th Annual Clinical Care Options for Hepatitis
Symposium
Santa Barbara, California, USA
Ph. : 800.878.6260 ; Fax.: 646.674.9556
E-mail : CCOHepRegistration@clinicaloptions.com
http://www.clinicaloptions.com
JUNI
28 - 30
VII International Congress on Traumatic Stress
Panamericano Hotel & Resort, Buenos Aires, Argentina
Ph./Fax. : 005411-4903-0493 / 4903-0493
E-mail : info@psicotrauma.org.ar
http://www.psicotrauma.org.ar/marcosi.htm
04 - 06
KONKER PDPI XI 2007
New Perspective of Respiratory Disorders:
Identifying & Overcoming the Problems
Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali
Ph. / Fax.: 0361-418838, 0361-222142 / 418838
Email : konker11pdpibali@yahoo.com
05 - 08
Biennial Scientific Meeting of
Indonesian Psychiatry Association
PIDT PDSKJI 2007
Aston Convention Centre, Palembang
Ph. : 021-30041026, 4532202, 3147150
Fax. : 30041027, 4535833, 3147151
E-mail : globalmedica@cbn.net.id;
pdskjijakarta@telkom.net
JULI
07 - 11
PIT POGI 2007
Hotel Grand Legi, Mataram, Lombok
Ph. / Fax. : 0370-631975-641008 / 631975
E-mail : pitpogi16_mtr@telkom.net
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadual acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar